Bekasi, Info Pendidikan Transportasi adalah faktor yang sangat vital bagi kepariwisataan, penyedia hubungan yang esensial antara asal dan tujuan perjalanan wisata.
Bahkan saat ini hubungan itu berlaku dua arah dimana kedua sektor saling mempengaruhi, akses transportasi yang baik akan meningkatkan kunjungan ke kawasan wisata, dan obyek wisata yang menarik juga akan meningkatkan jumlah perjalanan.
Institut STIAMI bekerja sama dengan LPPM (Lembaga Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat) Institut STIAMI, menyelenggarakan Seminar Nasional bertema “Tantangan Ekonomi Digital Menuju New Society 5.0 Kebijakan Industri Penerbangan Pada Aspek Pariwisata Dn Logistik” pada Minggu, 21 April 2019 pukul 08.00 sampai 13.00, bertempat di Hotel Horison Bekasi.
Menurut Kepala Kampus Institut STIAMI Bekasi, Diana Prihadini, S.Sos, M.Si, seminar yang diikuti 700 mahasiswa Institut STIAMI dan luar STIAMI, mengungkapkan bahwa penerbangan merupakan moda transportasi yang sangat penting bagi perkembangan pasar wisata terutama untuk perjalanan jarak jauh (internasional), kemudian berkembang ke penerbangan jarak menengah bahkan jarak pendek.
Pengembangan di sektor penerbangan mempunyai implikasi yang penting bagi perkembangan pasar wisata. Sehingga dipahami bahwa perjalanan untuk wisata mempunyai karakteristik yang berbeda dengan perjalanan bisnis maupun tipe perjalanan yang lain.
“Penerbangan juga membuka peluang bagi peningkatan sektor-sektor ekonomi yang berhubungan dengan kepariwisataan dan logistik nasional,” ujarnya.
Sambung dia, pembangunan infrastruktur di Indonesia termasuk infrastruktur dan layanan transportasi menjadi prioritas pada pemerintahan yang sekarang, termasuk infrastruktur transportasi udara, seperti pembangunan bandar baru.
“Infrastruktur ini diharapkan dapat memperlancar arus orang dan barang baik yang keluar masuk dari luar negeri maupun di dalam wilayah Indonesia, serta menjadi pendukung dari berbagai kegiatan sektor ekonomi,” katanya.
Disisi lain hampir tiap industri terkena distrupsi ekonomi. Gejalanya ialah munculnya perusahan digital yang menggunakan sharing economy, dan akhirnya mendapat pendapatan yang jauh lebih besar dari konvensional.
Berbagai contohnya seperti ojek online dalam industri transportasi, aplikasi messanger di ranah telekomunikasi, hingga Online Travel Agent (OTA) di ranah pariwisata.
Ini tidak bisa dihindari, sekarang pariwisata dan sektor logistik harus jadi contoh. Cara menghadapinya, kita harus masuk ke dalamnya, menciptakan yang serupa dengan kordinasi industri sendiri (lokal).
Beberapa hal yang dilakukan industri pariwisata ialah menggabungan berbagai travel agent di bawah Asosiasi Tour and Travel Agent Indonesia (Asita) untuk membuat satu portal digital yang sistematis. Dengan nama AsitaGo, nantinya akan mengaplikasikan sharing economy dari tiap anggotanya di berbagai daerah.
Dan dari sisi logistic Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya pembangunan infrastruktur jalan, pelabuhan, dan bandara yang akan memperkuat arus transportasi dan logistik ke depan.
Selain itu, Kementerian Kominfo ikut berperan dalam mendorong pembangunan broadband nasional melalui program percepatan 4G seluruh Indonesia, pembangunan Palapa Ring, pembangunan satelit multifungsi sehingga jaringan broadband dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
“Tentu ini akan menjadi arus data yang akan berfungsi menjadi pendukung arus logistik nasional. Semua yang awalnya dari sebuah toko, grosir, mall, sekarang sudah tergeser disrupsinya menjadi serba online (virtual).
Jika dulu kita harus repot membuat pusat perbelanjaan di daerah, sekarang hanya perlu membangun (gudang) di kota saja,” tambahnya.
Memasuki tahun 2019, harga tiket penerbangan domestik dari maskapai Tanah Air tengah menjadi sorotan. Pasalnya, dalam waktu yang tak jauh berbeda, maskapai saling bersahutan menaikkan ongkos penerbangan.
Meski sempat terjadi penurunan harga yang bersifat terbatas, masyarakat justru kembali dibuat meringis dengan munculnya kebijakan bagasi berbayar.
Disinyalir, para pemain di industri penerbangan Indonesia telah lama dibuat resah dengan membengkaknya biaya operasional seiring dengan kenaikan harga avtur dunia dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, tak sedikit maskapai mengklaim catatan rapor merah alias merugi karena kewalahan menekan biaya operasional. Terlebih, pasar industri penerbangan saat ini cenderung mengalami kelebihan suplai (over supply) dengan daya beli masyarakat yang tak bisa disebut tinggi.
“Jika melihat lebih dalam rantai usaha di industri penerbangan, masalah kenaikan ongkos penerbangan jelas tidak hanya berdampak pada harga tiket dan bagasi berbayar, melainkan juga pada bisnis kargo,” jelasnya.
Seminar yang dimoderatori oleh Dosen dan juga sebagai Kepala Program Studi Pariwisata Institut STIAMI Dr. Cundo Harimurti, M.Si, mengundang Direktur Angkutan dan Multimoda Bp. Ahmad Yani sebagai Keynote Speaker, serta Kasubdit Kerjasama angkutan udara Bp.Ade Kusmana, Executive GM Of Commercial Service PT Angkasa Pura 2 Bandara Soekarno Hatta Bp. Dorma Manalu, Wakil Ketua Umum DPP ALFI bidang Hubin dan Pengembangan Kapastitas, Iman Gandimihardja dan Owner Jannah Tour and Travel, Tengku Wisnu.■ RIS