Bekasi, Info Pendidikan
Dalam rangka meningkatkan perluasan dan pemerataan akses pendidikan, serta meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan dasar dan menengah, maka didirikanlah sekolah terbuka sebagai salah satu bentuk pendidikan jarak jauh.
Ada beberapa pemahaman akan arti sekolah terbuka. Namun, pemahaman terbaru terkait Sekolah Terbuka telah diatur dalam Permendikbud No. 119 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Mengacu pada Permendikbud itu, sekolah terbuka adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari sekolah induk yang penyelenggaraan pendidikannya menggunakan metode belajar mandiri.
Dalam Permendikbud ini secara rinci dijelaskan mulai dari tujuan, karakteristik, pengelolaan, evaluasi, penjaminan mutu sampai pelaporan penyelenggaraan sekolah terbuka.
Awalnya sekolah terbuka dikhususkan bagi siswa yang kesulitan mengakses pendidikan formal dikarenakan berbagai keterbatasan. Mulai dari keterbatasan usia, lokasi sekolah, waktu belajar, geografis, dan ekonomi.
Dari pemahaman ini, bila dilihat dari kondisi kota Bekasi sekarang, maka konsep pembelajaran lama yang telah diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kota Bekasi terkait sekolah terbuka sepertinya perlu direvisi.
Tepat pada awal tahun ajaran 2019/2020, menurut Mawardi, Kepala Seksi SMP di Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Bekasi, tersisa 5 SMP Terbuka di Kota Bekasi. Yaitu, SMP Terbuka 17, 23, 27, 29, dan 38. Namun, menurut Ruslina, Kepala SMPN 29, tahun 2019 ini sudah tidak ada lagi SMP terbuka 29. “Sekarang di 29 tidak ada terbuka. Siswa reguler saja,” ungkap Ruslina.
Sedangkan Watimah, Kepala SMPN 23, mengatakan, SMPN 23 masih menyelenggarakan sekolah terbuka dan masih menerima siswa baru kelas VII.
“Rencananya, tahun depan kita tidak akan menerima siswa kelas 7 (peserta didik baru) untuk sekolah terbuka. Karena peminat sekolah terbuka sudah tidak banyak. Dinas Pendidikan awalnya sudah menginstruksikan untuk tidak menerima siswa baru, tapi ada mis-komunikasi.
Dan sudah terlanjur menerima. Tapi jumlahnya memang sudah tidak banyak. Jadi, kedepan kita tinggal fokus meluluskan siswa yang ada saja,” jelas Watimah.
Lain lagi keterangan yang diberikan Dadang Sundaya, Kepala SMPN 27. Dadang mengatakan, sekolah terbuka di SMPN 27 masih eksis. Sekitar 60-an siswa.
“Belajar di TKB Yayasan Pesantren Ar Ridwan, belajar seminggu sekali, hari Sabtu di TKB, yang mengajarnya guru pamong,” kata Dadang.
Shoheh, Kepala SMPN 38, kepada IP mengatakan, kalau SMPN 38 masih menyelenggarakan sekolah terbuka, tapi tidak lagi menerima siswa baru. “Tinggal sedikit. Kelas 7 sudah tidak ada siswanya,” ujar Shoheh.
Selama ini, Dinas Pendidikan Kota Bekasi menyelenggarakan SMP Terbuka (sekolah terbuka) mengacu pada Kepmendikbud Nomor 053/U/1996 tentang SMP Terbuka. Selanjutnya sesuai berjalannya waktu dan beberapa perubahan dan perkembangan yang terjadi di kota Bekasi, menuntut sebuah perubahan konsep akan sekolah terbuka.
Sekolah yang tadinya sedikit, kini dapat dipastikan di setiap kelurahan sudah ada sekolah. Baik itu berstatus negeri ataupun swasta. Bahkan di awal tahun ajaran 2019 ini, sudah berdiri 57 SMP Negeri dan sekitar 234 SMP Swasta. Jadi, kendala bahwa peserta didik terkendala menjangkau sekolah sudah teratasi.
Demikian juga dengan kendala biaya. Di era pemerintahan Rahmat Effendi, 2011 sampai sekarang, Pemerintah Kota Bekasi telah menggratiskan biaya pendidikan mulai tingkat dasar sampai menengah. Dan khusus untuk siswa kurang mampu, pemerintah kota Bekasi, provinsi sampai pusat telah memberikan bantuan persona, dalam bentuk bantuan siswa miskin, PIP dan beasiswa.
Tidak menutup mata, pemerintah telah berusaha maksimal, namun tidak semua warga Kota Bekasi mendapatkan haknya atas pendidikan. Banyak faktor yang mendasarinya, terutama kendala daya tampung. Dengan jumlah penduduk yang begitu besar, jumlah anak di usia sekolah juga sangatlah besar.
Tidak heran, bila lebih dari setengah lulusan sekolah dasar tidak tertampung di SMP Negeri dan Swasta. Sedangkan untuk mendirikan sekolah reguler, banyak persyaratan yang sulit dipenuhi, seperti dalam hal penyediaan lahan sekolah.
Melihat realita ini, maka kehadiran sekolah terbuka sangatlah signifikan dalam rangka pemerataan akses pendidikan. Jadi, ketika SMP Terbuka yang ada mengatakan mereka kekurangan siswa dan peminatnya berkurang drastis, lalu kemana anak-anak usia sekolah yang tidak tertampung di sekolah negeri dan swasta yang jumlahnya puluhan ribu itu? Apakah mereka bersekolah keluar kota Bekasi, atau mereka langsung bekerja diusia yang sangat dini?
Namun di tahun 2014, pemerintah pusat sudah menjawab semua itu dengan mengeluarkan Permendikbud Nomor 119 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Dimana dalam permendikbud ini, sekolah terbuka adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh.
Di Pasal 5 ayat 3, disebutkan, Pendidikan Jarak Jauh dengan lingkup satuan pendidikan diselenggarakan dalam bentuk; a. SD/MI Terbuka, b. SMP/MTs Terbuka, c. SMA/MA Terbuka, d. SMK/MAK Terbuka.
Konsekuensi sebagai penyelenggara pendidikan jarak jauh sesuai Permendikbud itu, maka sekolah terbuka kini harus berdiri sendiri. Punya Kepala Sekolah, Guru dan Tutor, tenaga administrasi atau pengelola PJJ dan TKB (tempat kegiatan belajar), dan tenaga kependidikan.
Semuanya sama dengan sekolah reguler. Yang membedakannya, sekolah terbuka yang sudah menjadi penyelenggara PJJ harus mampu menggantikan pembelajaran tatap muka dengan interaksi program pembelajaran elektronik yang terkini mengikuti perkembangan teknologi dan informasi, meskipun tetap memungkinkan adanya pembelajaran tatap muka secara terbatas.
Sejak Permendikbud itu diundangkan pada 17 Oktober 2014, sampai kini, tak satupun SMP Terbuka di Kota Bekasi mengindahkannya. SMP Terbuka yang ada masih berkutat pada konsep sekolah terbuka edisi lama.
Tidak ada yang mandiri secara organisasi, penyelenggaraan dan pembiayaan. Dan tidak satupun yang mampu menerapkan komunikasi berbasis teknologi informasi seperti yang diamanatkan. Dapat dikatakan, sekolah terbuka yang ada sudah ketinggalan zaman dan terjadi kesalah kaprahan pemahaman.
Semoga benang kusut ini cepat diurai oleh pelaku-pelaku pendidikan dan pemangku kepentingan di kota Bekasi, agar perluasan dan pemerataan akses pendidikan dapat terwujud.■ GP-IP2