Bekasi, Info Pendidikan
Kota Bekasi meski secara teritorial berada di wilayah Provinsi Jawa Barat, yang notabene penduduknya mayoritas beragama Islam, tetapi sebagai sebuah kota metropolitan, kini Kota Bekasi telah menjadi rumah bagi berbagai suku yang ada di Indonesia, terlepas dia itu Muslim, Kristen, Budha, Hindu atau agama lainnya.
Menyadari akan kondisi demikian, Jamjuri, Kepala SMPN 11 Kota Bekasi, mengungkapkan bahwa rasa kekeluargaan serta sikap saling menghargai sesama harus ditanam dan ditumbuh kembangkan sejak dini. Karena saling menghargai sangatlah penting dalam sebuah keluarga besar yang majemuk seperti halnya di SMPN 11 Kota Bekasi.
“Siswa SMPN 11 tidak semuanya muslim. Banyak juga yang beragama berbeda, seperti Kristen dan yang lain. Di waktu sebelumnya, saat Pelajaran Agama, siswa yang muslim belajar di kelas, siswa yang non muslim khususnya yang Kristen, keluar kelas. Biasanya mereka main futsal, sepak bola atau basket di lapangan sekolah, dan sebagian lagi di perpustakaan.
Kini, sekolah sudah menyediakan ruangan untuk ruang kelas belajar Agama Kristen. Anak-anak beragama Kristen sekarang sudah punya ruangan sendiri untuk belajar Agama,” ungkap Jamjuri, Rabu (13/11).
Dan khusus hari Jumat, lanjut Jamjuri, saat siswa yang muslim melaksanakan tadarusan, siswa yang Kristen, dari kelas 7, 8 dan 9, berkumpul di aula sekolah. Mereka melaksanakan kebaktian, dipimpin oleh 1 Guru Agama Kristen, dan 3 guru lain yang beragama Kristen. Kebaktian Jumat itu masuk dalam kegiatan Rohkris atau Rohani Kristen.
“Dalam Sisdiknas, ada 5 hak anak. Mendapatkan pengajaran, menerima hasil pembelajaran, mengikuti ujian, menerima hasil ujian, dan terakhir menerima ijazah. Jadi, sekolah harus memberikan hak anak. Demikian juga terkait pelajaran agama. Kita berusaha untuk tidak mengkotak-kotakkan. Semua wajib belajar agama.
Yang Kristen juga wajib bawa Alkitab saat pelajaran agama. Demikian juga nanti, silahkan bikin acara perayaan Natal. Sekolah tidak akan menghalangi, bahkan mendukung penuh. Saya ingin sejak awal siswa SMPN 11 menjunjung kebinekaan,” jelas mantan guru olahraga ini.
Masih di tempat yang sama, Risma Sirait, Guru Agama Kristen SMPN 11 Kota Bekasi mengatakan dengan nada serupa. Bahwa terkait pembelajaran Agama Kristen, sudah sangat jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sekarang, menurut Risma, setiap hari ada Pelajaran Agama Kristen, karena sekolah sudah punya kelas untuk jam belajar Agama Kristen.
Anak tidak lagi berkeliaran saat jam pelajaran Agama, tanpa pengawasan. Dan setiap Jumat, semua siswa yang beragama Kristen, sebanyak 105 siswa, bersama guru-guru yang juga beragama Kristen, mengadakan Kebaktian bersama, bertempat di Aula Sekolah.
“Walaupun jam mengajar saya jadi banyak bertambah, lebih dari 30 jam, tapi saya ikhlas. Kita juga boleh menggunakan Aula Sekolah untuk kebaktian di hari Jumat. Saya yang pimpin kebaktian dan khotbah. Pastinya, dengan kepemimpinan yang sekarang (dipimpin Jamjuri—red), kondisi sekolah sangat kondusif,” kata Risma berterus terang.
Terkait digitalisasi sekolah, Jamjuri mengatakan bahwa hal itu tidak dapat dibendung. Yang diperlukan adalah bagaimana sekolah dapat mengarahkan siswa untuk memanfaatkannya secara bijak.
“Sebelum KBM dimulai, semua siswa diharuskan mengumpulkan smartphone atau gadget yang mereka bawa. Disimpan dalam loker penyimpanan. Dan mengambilnya kembali saat mau pulang sekolah. Tapi, disaat-saat tertentu, dengan izin guru, siswa boleh mengambil handphone mereka dari loker, ketika ada tugas dari guru mereka masing-masing yang menuntut pemanfaatan perangkat tersebut,” jelas Jamjuri.
Mau tidak mau, tambah Jamjuri, sekolah harus mampu menjadikan digitalisasi sebagai sebuah berkah dan hadiah dari kebudayaan untuk pendidikan
Sedangkan Dewi Nuri Nurjanah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMPN 11, memaparkan bahwa banyak program sekolah yang berorientasi pada pembiasaan serta pembentukan karakter.
“Selain menumbuh kembangkan toleransi yang menjunjung kebinekaan, kita juga mendidik siswa untuk selalu bersikap disiplin, membudayakan 5 S (Senyum Salam Sapa Sopan dan Santun) serta peka dan peduli lingkungan. Disini juga ada kegiatan makan bersama. Kita laksanakan secara bergiliran. Tujuannya adalah untuk mempererat rasa kekeluargaan diantara semua elemen sekolah. Baik itu orang tua, siswa, guru, staf, OB sampai sekuriti,” kata Dewi menuturkan.
Proses pembiasaan, sambung Jamjuri melanjutkan penuturan Dewi, adalah bagian dari pendidikan karakter di sekolah. Dia mengatakan, bahwa sekolah harus secara simultan dan berkesinambungan melakukan pembiasaan yang berkelanjutan.
“Kuncinya adalah pembiasaan. Sekolah merupakan sarana utama dalam proses pembiasaan. Dan harus dilakukan terus menerus,” pungkas Jamjuri.■ (GP-IP2)