Bekasi, Info Pendidikan
Selamat Hari Guru. Kalimat ini dikumandangkan setiap tanggal 25 November, yang ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional. Tapi, apakah guru, dan siapakah guru?
Kata guru, diambil dari 2 suku kata, “gu” dan “ru”. Gu, artinya gelap atau kegelapan, dan ru artinya terang. Jadi kata guru, adalah paduan 2 kata yang menggabungkan dua arti yang saling bertentangan, Gelap dan Terang.
Namun, kata guru sebagai person, menurut Wikipedia, berarti, “the one who dispels the darkness and takes towards light”, atau seseorang yang mengusir kegelapan dan membawanya ke arah yang terang.
Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa guru adalah sebuah pribadi yang mulia, bukan sekedar sebuah profesi. Karena bila guru dimaknai hanya sebatas profesi, maka apresiasi kita akan arti seorang guru akan terciderai.
Namun, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), guru adalah, orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Jadi, mengacu pada KBBI, guru adalah pekerjaan atau profesi. Bukan tentang pribadi atau identitas.
Karena hanya sebatas profesi, maka sering kita dengar istilah guru menjahit, atau orang yang mengajar menjahit. Guru memasak, atau orang yang mengajar memasak. Sampai dengan guru mencopet, atau orang yang mengajar mencopet.
Pendefinisian guru sebatas sebuah profesi, membuat arti guru mengalami degradasi ke arah pemandulan guru. Dan pemahaman terakhir, guru adalah sebuah profesi dengan segudang aturan dan sederet tugas, yang akhirnya melupakan esensinya sebagai “pembawa terang”.
Sekarang ini, untuk menjadi guru, harus bersertifikasi. Dan setelah tersertifikasi, guru harus membuat RPP agar sertifikasinya tetap berlaku. Dan akhirnya, guru disibukkan dengan tugas administrasi remeh temeh. Melupakan tugas utamanya mencerdaskan anak bangsa.
Contohnya, di beberapa SMP Negeri di kota Bekasi, IP menemukan beberapa siswa kelas 7 yang belum bisa baca tulis. Sebuah fenomena yang unik, bagaimana siswa diluluskan dan memasuki pendidikan tahap menengah, tapi notabene tidak lulus pendidikan tahap dasar. Artinya, guru telah melupakan tugas intinya, membawa terang. Dan terang itu diperoleh dengan cara membaca, menulis dan berhitung.
Dari hasil wawancara IP dengan beberapa guru terkait adanya siswa SMP yang belum bisa baca, disebabkan banyak faktor. Seperti kata salah satu guru, “Sekarang sistemnya sudah berubah bang. Siswa sekarang “wajib naik”. Tidak boleh ada siswa tinggal kelas. Demikian juga, siswa sekarang wajib lulus. Kita wajib meluluskan 100 persen.”
Bila ada siswa tinggal kelas, guru yang dinyatakan gagal dalam mengajar. Dan juga, bila ada siswa yang tidak lulus, maka tetap guru yang disalahkan. Dianggap gagal mendidik anak.
Ya, memang sangat mudah untuk menyalahkan atau mencari “kambing hitam”. Tapi, adanya siswa SMP yang belum bisa membaca, menjadi bukti bahwa ada “sesuatu” yang salah disini. Namun, bukan bermaksud mencari siapa yang salah, tapi semua pemangku kebijakan khususnya di bidang pendidikan harus menata ulang pendidikan di negeri ini.
Merdekakanlah guru dari serangkaian aturan. Jadikanlah guru bukan sekedar sebuah profesi. Berdayakan dan apresiasi mereka sebagai guru yang semestinya. Demikian juga sebaliknya, untuk para guru. Jadilah guru yang membawa terang, bebaskan diri dari keterkungkungan. Karena, begitu menjadi guru, ada tugas mulia di pundakmu. Jadilah pengusir kegelapan dan pembawa terang.
SELAMAT HARI GURU
*Catatan kecil redaksi Info Pendidikan untuk Hari Guru Nasional 2019*