Cikarang, Info Pendidikan
dr. Hj. Sri Enny Mainiarti, MKM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, memastikan bahwa Kabupaten Bekasi, sampai sekarang ini, terbebas dari kasus gizi buruk.
“Gizi buruk dalam artian penyakit gizi buruk seperti Marasmus dan atau Kwashiorkor, belum pernah terjadi di Kabupaten Bekasi. Namun bila kondisi balita yang kurang gizi karena pola makan yang tidak teratur, tidak higienis atau nafsu makan kurang, tidak dapat dipungkiri memang kita temukan. Tetapi tidak sampai pada kondisi terkena Marasmus ataupun Kwashiorkor,” ungkap Sri Enny, Kamis (16/1), di ruang kerjanya.
GizI buruk atau malnutrisi atau Kurang Energi Protein (KEP) merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya asupan energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG) atau dengan ungkapan lain, status gizinya berada di bawah standar rata-rata.
Gizi buruk paling sering ditemukan di negara-negara sedang berkembang. Hal ini dapat dipahami karena gizi buruk sering berhubungan dengan kepadatan penduduk dan higienitas yang kurang serta status ekonomi yang rendah.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar dari segi golongan umur, penderita gizi buruk paling banyak ditemukan pada usia 12-23 bulan yaitu sebesar 50%.
Hal ini disebabkan karena pada usia ini memasuki tahapan baru dalam proses tumbuh kembangnya, diantaranya tahapan untuk mulai beralih dari ketergantungan yang besar pada ASI atau susu formula ke makanan pengganti ASI. Sebagian anak mengalami kesulitan makan yang berat pada masa ini yang akan menyebabkan kekurangan gizi seperti vitamin A,C,E, protein, karbohidrat.
Penyakit gizi buruk terbagi menjadi 3 tipe yaitu Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmus-Kwashiorkor.
Kwashiorkor merupakan kondisi gizi buruk karena kekurangan protein atau kurangnya asupan makanan yang mengandung protein hewani. Kondisi ini biasanya lebih sering terjadi pada golongan masyarakat ekonomi lemah atau kurang mampu. Sedangkan Marasmus merupakan gizi buruk karena kekurangan karbohidrat. Dan Marasmus-Kwashiorkor adalah kondisi gizi buruk dikarenakan kekurangan asupan protein dan karbohidrat.
Tanda dan gejala klinis anak mengalami Kwashiorkor yaitu terjadi perubahan warna dan tekstur rambut seperti rambut jagung, mudah dicabut atau rontok. Lalu kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).
Atrofi atau mengecilnya otot, wajah membulat dan sembab. Terus anak juga perutnya membuncit, terjadi pembengkakan pada kedua punggung kaki, tangan dan dapat sampai seluruh tubuh. Selain itu juga dapat terjadi gangguan mental, dimana pada umumnya anak penderita ini sering rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun. Dan terakhir pertumbuhannya juga terganggu.
Sedangkan tanda dan gejala klinis anak mengalami Marasmus yaitu penampilan wajah seperti orang tua (old man face), tulang pipi dan dagu menonjol, cengeng, kulit kering, keriput, lemak dibawah kulit sangat sedikit, otot mengecil sehingga kontur tulang terlihat jelas (tulang iga gambang “piano sign”). Disertai penyakit infeksi seperti diare dan TBC. Juga terjadi gangguan pertumbuhan.
Dalam catatan IP, pada tahun 2017 lalu, sempat mucul kasus kurang gizi di Kabupaten Bekasi yang menimpa 135 balita. Namun, berkat kesigapan, perhatian serta penanganan serius dari Dinas Kesehatan, dengan memberikan suplemen, vitamin dan obat-obatan, kondisi kurang gizi tersebut tidak sampai pada tahap kondisi gizi buruk.
Sri Enny, didampingi jajaran Dinas Kesehatan, seperti dr. H. Alamsyah, MKes, Sekretaris Dinas Kesehatan, dan Hj. Milik Sapiah, SST, MKes, Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi, menjelaskan bahwa sejauh ini yang terjadi di Kabupaten Bekasi, balita yang mengalami kondisi kurang gizi karena disebabkan penyakit tertentu yang memperberat proses metabolisme makanan di dalam tubuhnya, dan mengganggu tumbuh kembangnya.
Dinas Kesehatan (Dinkes), ungkap Sri Enny, sangat peduli pada permasalahan kesehatan dan gizi balita. Dinkes sudah menjalankan program gizi dan juga edukasi kepada masyarakat sejak dini.
“Untuk remaja putri di sekolah-sekolah, kita telah mengadakan pemberian tablet tambah darah. Ini untuk mempersiapkan dan membekali mereka agar kelak saat mereka menikah dan melahirkan, kesehatan anak-anaknya sudah terjaga. Dinkes juga aktif memberikan penyuluhan pra nikah kepada para pasangan calon pengantin.
Di tahap kehamilan, Dinkes juga ada program-program kegiatan sampai kepada proses melahirkan sampai pasca melahirkan. Dinkes berusaha aktif untuk terus hadir mengawal kesehatan dan gizi anak melalui pelayanan Posyandu. Di Posyandu, kita memberikan layanan imunisasi, penyuluhan tentang pemberian makanan tambahan, pemberian ASI eksklusi. Semua dijelaskan disana,” kata Sri Enny.
Khusus untuk permasalahan masyarakat yang kurang gizi, Kadinkes mengutarakan bahwa Pemerintah Kabupaten Bekasi melalui Dinas Kesehatan berusaha aktif dalam menjaga dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat kabupaten Bekasi.
“Pertama, kita tidak bosan-bosan mengajak masyarakat untuk datang ke Posyandu. Kita juga telah melakukan pemberian makanan tambahan, penyuluhan, pengawasan, controlling, membawa ke rumah sakit, dan terus di follow up. Kader-kader Posyandu juga berperan aktif. Demikian juga dengan Puskesmas sebagai perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan.
Kita berusaha maksimal dan masing-masing, mulai dari jajaran tertinggi sampai ke kader, bekerja mengawal menjaga kesehatan masyarakat. Intinya, pemerintah Kabupaten Bekasi berusaha selalu hadir ditengah-tengah masyarakat dalam kondisi apapun,” tegas Sri Enny.■(GP)