Bekasi, Info Pendidikan
Sejalan dengan penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menyebabkan beralihnya kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi. Beralihnya tanggung jawab dan kewenangan ini sejatinya agar apa yang selama ini sudah baik untuk dimaksimalkan.
Namun, menurut salah satu pemerhati pendidikan di Kota Bekasi, Tulus Rustam Purba atau TRP, bahwa sejak alih kelola pendidikan SMA/SMK ke Provinsi Jawa Barat, kualitas pendidikan di Kota Bekasi bukannya semakin baik, malah semakin memburuk dan penuh hiruk pikuk.
Beberapa Minggu terakhir ini, khususnya di media sosial (medsos) heboh dengan kasus dugaan Pungutan Liar di beberapa SMA/SMK Negeri. Suasana semakin keruh ketika Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menanggapi cuitan netizen di Twitter tentang dugaan pungli yang mengatasnamakan sumbangan di SMAN 3 Bekasi.
Riuhnya tanggapan netizen atas cuitan Gubernur membuat isu pungutan di sekolah semakin liar. Dan banyak netizen yang juga sekaligus orang tua murid menjadi seakan berani mengungkapkan apa yang terjadi di sekolah-sekolah, khususnya tempat anaknya atau keluarganya bersekolah.
Bahkan salah satu akun Twitter, Buya Eson @emerson_yuntho memampangkan gambar Daftar Dugaan “PUNGUTAN LIAR” Di SMA/K Negeri Bekasi yang banyak mendapat tanggapan baik yang pro dan kontra dari warga netizen lainnya. Dimana dalam daftar tersebut dicantumkan sebagai berikut:
● SMAN 1: SPP 350 ribu
● SMAN 2: 1 – 10 juta
● SMAN 3: 4,75 juta + SPP 300 ribu
● SMAN 4: 7,7 juta (SPP 400 ribu)
● SMAN 5: 5 juta + SPP 350 ribu
● SMAN 6: 4,8 juta + SPP 150 ribu
● SMAN 9: 5,7 juta – 6,6 juta + SPP 270 – 300 ribu
● SMAN 10: 3,7 juta + SPP 250 ribu
● SMAN 12: 3,5 juta + SPP 300 ribu
● SMAN 14: 3,8 juta + SPP 300 ribu
● SMAN 17: 7,5 – 8,5 juta + SPP 155 ribu
● SMAN 18: SPP 350 ribu (tidak ada SAT)
● SMKN 1: 5 juta + SPP 280 ribu
● SMKN 3: 5 juta + SPP 300 ribu
● SMKN 6: 2,5 juta + SPP 4 juta/tahun
● SMKN 8: 2,5 juta + SPP 150 ribu
● SMKN 15: 3 juta + SPP 200 ribu
Cuitan Buya Eson ini seakan membangunkan para stakeholder pendidikan. Beberapa diantaranya terlihat gerah, dan merespon cuitan itu. Namun, tidak meredakan masalah, malah semakin liar. Netizen kemudian menuntut gubernur untuk melakukan aksi kepada kepala-kepala sekolah (kepsek) yang ditengarai melakukan pungutan dan membuat riuh dunia pendidikan. Bahkan ada yang dengan tegas meminta gubernur memecat kepsek-kepsek itu.
Sejenak mundur kebelakang. Sejak alih kelola 2017 silam, di Kota Bekasi sudah lazim dikenal istilah SAT (sumbangan awal tahun) dan IDP (iuran dana pendidikan). Dan sejak kepemimpinan Ridwan Kamil (2018), hal-hal pungutan berbalut sumbangan pendidikan ini sudah lama terjadi di Kota Bekasi. Dan setiap tahun, SAT, IAT, SDP dan SPP ini terus semarak bergejolak di Kota Bekasi. Namun aneh, baru 4 tahun (2022) kemudian Gubernur Jawa Barat buka suara.
Untuk diketahui publik, di Kota Bekasi ada 22 SMA Negeri dan 15 SMK Negeri. Dan khusus untuk SMA Negeri, dari 22 sekolah, ada 2 sekolah yang sampai sekarang tidak memiliki gedung sendiri. Sekolah-sekolah itu adalah SMAN 20 dan SMAN 21. Dan SMAN 22, walaupun sudah memiliki bangunan namun berdiri diatas lahan pemerintah kota Bekasi, berbagi kelas dengan SMPN 49 Kota Bekasi.
Menanggapi ini, TRP mengatakan bahwa Gubernur Jawa Barat agar lebih serius membenahi pendidikan di Kota Bekasi. Dia mengatakan, SMAN 19, 20, 21 dan 22 Bekasi berdiri bersamaan pada tahun 2016. Dan selang 6 tahun kemudian, Provinsi Jawa Barat tidak mampu menyediakan lahan, sarana dan prasarana untuk SMAN 20, 21 dan 22. Dan yang menyedihkan, SMAN 20 dan SMAN 21 selama 6 tahun ini terus menerus menumpang di bangunan yang diperuntukkan untuk SD (sekolah dasar).
“Gubernur seakan tidak peduli akan apa yang dialami murid SMAN 20 dan 21, secara psikologis. Anak-anak itu tidak memiliki kebanggaan dan kepercayaan diri, terus menerus menumpang bahkan lulus dari gedung SD. Tapi anehnya, walau sampai sekarang tidak memiliki gedung sendiri, sekolah itu didefinitifkan dan mempunyai kepala sekolah yang definitif. Seharusnya, 2 sekolah itu kembali menjadi USB (unit sekolah baru), karena terbukti pemerintah provinsi tidak mampu menyediakan lahan dan gedung untuk sekolah itu sampai lebih dari 5 tahun,” ungkap TRP.
TRP juga mengatakan, respon gubernur atas dugaan pungli di SMAN 3 Bekasi, layaknya Pahlawan Kesiangan, menutupi kelemahan dan ketidakmampuannya dalam membenahi pendidikan di Kota Bekasi dengan mengambinghitamkan sekolah. “Bagi saya, yang membuat riuh itu sebenarnya adalah Gubernur sendiri. Dengan pengikut 5 juta orang lebih, wajar mendapat banyak respon dari warga netizen,” kata TRP.
“Daripada membuat gaduh warga netizen dan mendiskreditkan sekolah, Gubernur seharusnya lebih fokus pada penyediaan lahan sarana dan prasarana SMAN 20 dan 21. Lalu mengatasi kekurangan guru yang sudah dalam kondisi kritis. Gubernur tahu enggak kalau ada sekolah yang PNS-nya dibawah 10 orang? Dan ada guru yang terpaksa mengampu 3 mata pelajaran? Dan yang terakhir, naikkan upah guru dan tenaga kependidikan yang berstatus honor di sekolah,” ujar TRP tegas.■ (GP/IP2)